Minggu, 19 Februari 2012

# Ketika Waktu Tak Lagi Cukup #


Awal tahun 2012 banyak sekali media yang mengulas tentang kematian. Banyak sekali kecelakaan yang menewaskan jiwa-jiwa tak berdosa. Banyak pula orang-orang ternama yang tutup usianya. Semua disorot dan dibahas secara mendalam dimana-mana.

Fenomena umum jika adanya seseorang yang meninggal adalah kesedihan yang mendalam orang-orang sekitarnya. Apalagi orang-orang terdekat. Terlebih lagi jika orang tersebut memiliki banyak kenalan dan semasa hidupnya pernah melakukan kebajikan, pelayatnya pasti banyak. Ada yang simpati betulan ada yang tidak. Ada yang ikhlas membatu pemakaman ada yang tidak.

Di dalam As Shahih diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu’anhu bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda :
“Apabila seorang anak Adam meninggal, maka akan terputus amalannya kecuali tiga perkara : shadaqoh jariyah, atau ilmu yang bermanfaat, atau anak shalih yang mendoakan kepadanya”.

Jadi banyaknya harta, anak, jumlah pelayat yang akan menguburkan kita tidak akan bermanfaat bagi pahala orang yang sudah meninggal. Tapi bermanfaat bagi yang ditinggalkan jika dilaksanakan sesuai dengan kaedah agamanya. Sesuai yang diajarkan oleh Nabi Muhammad S.A.W.

Banyak harta boleh, tapi bukan untuk kita tapi untuk diamalkan, disedekahkan. Banyak anak boleh, tapi harus bisa mendidiknya sehingga tidak mengecewakan Sang Pemberi Amanah. Sekolah tinggi boleh, asal tidak riya dan terus menerus mengamalkan ilmu yang sudah didapatkan. Islam mengajarkan untuk berbagi. Akan lebih baik lagi kegiatan ini merupakan dorongan hati nurani. Kita bersedekah bukan ingin mendapat pahala yang banyak atau memang suatu keharusan. Melakukan kasih terhadap sesama tanpa memikirkan imbalan, biarkan imbalan hanya Tuhan yang menilai. Allah tau apa yang umat-Nya kerjakan.

Bagaimana dengan banyak pelayat ketika kita tutup usia? Boleh, karena sewajarnya mereka datang untuk membantu kita. Seonggok mayat pastinya tak berdaya. Bolehlah bangkai kerbau liar di hutan mati begitu saja. Tapi jika mayat manusia, uruslah layaknya itu dirimu sendiri. Memanusiakan manusia. :)

Saat seorang tutup usia, orang terdekat akan masuk ke fase duka cita. Duka cita adalah kelumpuhan emosional, tidak percaya, kecemasan akan berpisah, putus asa, sedih dan kesepian yang menyertai di saat kita kehilangan orang yang kita cintai (Santrock, 1995 : 272). Di sini salah satu fungsi pelayat. Dari fenomena yang sudah-sudah, saya mengobservasi. Ketika keluarga yang ditinggalkan dikunjungi oleh pelayat, mereka lebih bisa menegarkan diri sendiri.

Dari dua pemakaman sahabat-sahabat saya, saya terkejut dengan reaksi keluarga. Mereka seolah senang ternyata anak mereka melakukan sesuatu yang baik semasa hidupnya, tidak ada sifat buruk yang dilontarkan semuanya bercerita tentang kebajikan-kebajikan yang telah diperbuat. Ternyata ketidakberadaan anak mereka begitu penting untuk orang lain, mereka pun lebih merelakan. Mereka merasa tugas mereka sudah selesai dan bisa mempertanggungjawabkannya kepada Tuhan mereka.

Menurut Averil (dalam Santrock, 1995), orang yang ditinggalkan akan menempuh tiga fase penting lainnya yaitu; terkejut, putus asa, dan pulih kembali. Salah satu fungsi pelayat adalah mempercepat fase tersebut. Cepat mencapai fase pulih kembali dan menjalani kehidupan, bukan meratapi yang sudah tiada.

Ketika kita berpikir tentang kematian, sudah cukupkah waktu kita untuk berbuat kebajikan dan sudahkan kita mendapat ampunan dari Tuhan? Setidaknya menjaga perdamaian hati sesama manusia dan saling memaafkan. Memahami segala perbedaan dan berbagi cinta kasih. Kita menjadi sadar akan dunia ketika kita akan mencapai waktunya nanti. Kita sadar kemana kita akan berpulang, kemana kita harus memohon rejeki ataupun ampunan.




Man is the only animal that finds his own existence, a problem he has to solve and from which be cannot escape. In the same sense man is the only animal who knows he must die
(Erich Fromm).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar